Minggu, 18 Maret 2018

HARAPAN YANG TAK BERUJUNG



HARAPAN YANG TAK BERUJUNG
Hidup bagai lingkaran yang tak pernah ada ujungnya
Selalu penuh dengan pertanyaan yang kian riuh bunyinya
Teka-teki merujuk pada salah satu kata yang tak ada jawabannya
Sarat dengan rasa penasaran yang ingin dimengerti keberadaanya
Bimbang dengan apa yang akan terjadi selanjutnya
Itulah cerminan persolan di bumi pertiwi
Entah kapan negara ini akan bangun, menyapa lalu bekerjasama
Ribuan nyawa bergantung pada tangan-tangan mungil sang penakluk masa depan
Berfikirlah menggunakan logika walau tidak selalu rasional
Terjang duniamu dengan kata peluang yang akan memberimu pengalaman
Rangkul saudaramu  walau jalanmu tak selalu searah
Langkahkan kakimu dengan penuh tekad keberanian
Himpunlah cita-citamu agar menjadi deretan baris yang akan menjadi kenyataan
Jangan takut melangkah menyongsong dunia baru
Merdeka Indonesia ku,,, bangunlah teman kita sedang berjalan dan bukannya berlari






Evi, yah begitulah orang sekitar memnggilku. Aku lahir di desa Lenting, Kecamatan sakra Timur, Kabupaten lombok Timur, Nusa tenggara Barat (NTB) tepat di bulan kasih sayang (kata kebanyakan orang) yakni bulan Februari. Aku siswa tamatan Madrasah Aliah Negeri dan sudah menerima kelulusan ditahun 2017 ini. Selepas lulus dari MAN, aku bersikeras untuk melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi yakni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengambil prody Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) sesuai dengan impianku. Walaupun terhalang oleh sekelumit kendala diantaranya restu orang tua yang tak menginginkan anaknya bersekolah di luar daerah dikarenakan aku berstatus “perempuan. Mengapa begitu? Karena sebagian besar orang tua di desaku percaya bahwa anak gadis baiknya tidak boleh jauh dari orang tua karena disamping belum dipercaya untuk menjaga diri di daerah orang pun karena orang tua disana kebanyakan beranggapan bahwa perempuan yang disekolahkan tinggi pasti ujung-ujungnya menikah jadi untuk apa disekolahkan begitu katanya. Namun dengan tekad dan kerja keras serta dukungan penuh dari orang tuaku yang mengantarkan aku mampu menginjakkan kaki di kota “Pelajar” ini yakni Jogja. Kota yang memiliki budaya dan adat istiadat yang masih sangat kental sama seperti Lombok. Oya, saya menulis puisi ini, bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan uang dan penghargaan. Tetapi semata-mata hanya ingin puisi saya dibaca oleh masyarakat Indonesia, agar kita semua sadar betapa pentingnya menata kehidupan di bumi pertiwi ini yang lebih baik. Selain itu, saya inigin generasi muda seperti saya dan mungkn teman-teman di luaran sana yakin bahwa tanpa adanya partisipasi kita sebagai generasi muda, maka Indonesia tidak akan pernah maju. Oleh karena itu, mari bersama-sama saling merangkul, bersatu padu, satukan niat, hapus perbedaan, dan tetap berpegang teguh pada Idiologi negara kita yakni Pancasila dan tentunya semboyan bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Semoga di usiake-72 ini, Indonesia semakin lebih baik lagi amin.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STRATEGI SUMEDANG DALAM MEMBANGUN KABUPATEN WISATA

Pariwisata merupakan salah satu aspek utama dalam mengembangkan kearifan lokal di suatu daerah. Tidak terkecuali kabupaten Sumedang yang...