Senin, 25 Februari 2019

LITERASI MEDIA SEBAGAI UPAYA MELAWAN HOAKS DI TAHUN POLITIK



Suasana politik tahun ini kian panas akibat adanya hoaks yang bertebaran di media sosial. Setiap pendukung pasangan calon saling menebar kritik keras bahkan tak pelak menyebarkan berita yang tak pantas. Ajang pesta demokrasi yang seharusnya meriah kini berubah menjadi gerah akibat berita yang simpang siur dari segala arah. Seperti produk jurnalistik “gadungan” dalam bentuk tabloid, selebaran, atau majalah yang baru-baru ini santer terdengar. Tentu kejadian menimbulkan  efek gaduh di tengah masyarakat karena disamping meruntuhkan demokrasi juga mampu mengganggu kestabilitasan pemilu yang berlangsung. Konten-konten hoaks tersebut  tumbuh subur di media sosial. Hal ini terlihat dari setidaknya terdapat 62 konten hoaks terkait Pemilu 2019 yang teridentifikasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) selama Agustus-Desember 2018 (https://news.detik.com/berita/d-4368351/62-hoax-pemilu-2019-teridentifikasi-kominfo-ini-daftarnya).
Hal yang demikian  menjadi momok menakutkan dan terbilang cerdas karena pangsa yang di tuju adalah masyarakat media. Seperti yang kita ketahui bahwasanya tidak semua pengguna sosial media mampu menerima informasi dengan bijak. Hal ini dikarenkanan pemahaman yang minim tentang media sehingga mengakibatkan  arus informasi sulit untuk di saring. Oleh karena itu,  perlu ada edukasi berupa Literasi Media, agar bijak menggunakan sosial media dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti mempercayai hoaks. Adapun peran literasi media dalam menanggulangi hoaks di tahun politik diantara nya:
Pertama, literasi media sebagai upaya mendidik pengguna sosial media, terkadang pendidikan tidak hanya di dapatkan melalui bangku sekolah ataupun kuliah yang dalam hal ini tercantum sebagai pendidikan formal. Akan tetapi jauh di balik itu, kini media pembelajaran dapat ditemui dengan mudah tidak terkecuali di media sosial. Dengan berkembangnya teknologi komunkasi dan informasi yang kian modern, tentunya inovasi-inovasi juga harus mengikuti perkembangan tersebut secara beriringan. Dalam hal ini kita bisa mengembangkan pendidikan moral berbasis media sosial dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Mengapa hal ini perlu dilakukan? Karena esensi dari nilai tersebut mampu mengurangi setiap tindakan amoral atau kejahatan via media masa/online. Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, kita sebagai manusia yang bertuhan senantiasa selalu bertidak sesuai dengan koridor aturan yang di amantkan tuhan kepada diri pribadi masing-masing. Dalam media sosial, kita bisa mengamalkan nilai tersebut agar terhindar dari tidakan yang tidak baik (amoral) seperti menyebar berita bohong/ fitnah. Kedua, Kemanusiaan yag Adil dan Beradab, seperti yang kita ketahui bahwa manusia tidak hidup sendiri di dunia, ada banyak teman dan orang-orang sekitar yang harus kita hormati keberadaannya, oleh karena itu, ketika di media sosial, bijaklah menggunakan jari-jarimu, jangan pernah terlalu memaksakan kehendak, karena setiap orang memiliki persepsi dan pandangan masing-masing terhadap sesuatu. Ketiga,  Persatuan Indonesia, bersatu adalah wujud perdamaian abadi di dunia ini, tidak satupun orang yang menginginkan perselisihan bahkan peperangan, persatuan adalah tombak untuk mencapai kemenangan, dalam sosial media hendaknya kita jangan menyebarkan huru hara yang tidak penting yang nantinya akan berimplikasi pada keresahan di tengah masyarakat, ada baiknya kita menanamkan sikap toleransi dan menyampaikan pesan kebaikan di media sosial, seperti meperlihatkan bahwa perbedaan itu adalah suatu anugrah dan merupakan keajaiban yang indah. Dengan bersatu, kita bisa maju dan menjadi masyarakat yang tentram. Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, bijaksana merupakan suatu keharusan tersendiri yang harus dimiliki seseorang, karena sejatinya berfikir bijak mampu membawa seseorang kepada kedewasaan dalam bertindak. Orang yang bijak senantiasa berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak, hal ini dikarenakan tindakan yang terburu-buru malah akan menjadi boomerang bagi diri sendiri dan juga orang lain. Begitupun di media sosial, sebelum memposting atau membagikan sesuatu, hendaknya kita bersikap tabayyun (cross chek) terlebih dahulu sebelum menyebarluaskan, ini dilakukan semata-mata untuk terhindar dari fitnah yang akan membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Dan yang terakhir, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adil disini berarti menempatkan sesuatu sesuai dengan porsinya, dalam hal bersosial media, kita seharusnya paham, bahwa apa yang kita sebarkan tersebut harus bernilai manfaat bagi pembaca. Karena dengan itu kita bisa meraih keseimbangan dalam segala lini kehidupan baik di dunia maya maupun dunia nyata.
Kedua, literasi media sebagai kontrol sosial online, seperti yang kita ketahui bahwasannya tujuan dari literasi media ini adalah untuk memberikan kesadaran kritis terhadap khalayak agar jangan mudah terpancing dengan ribuan informasi yang belum pasti kebenarannya. Seperti Pemilu tahun ini yang sarat akan berita hoaks, banyak media yang menampilkan konten berlebihan akibat fanatisme terhadap pasangan calon, bahkan ada juga media yang hanya sekedar dibayar lalu menyebarkan berita hoaks dimana-mana. Hal ini tidak hanya berdampak di kalangan pengguna sosial media, akan tetaapi terancam memberikan desas desus yang akhirnya membuat masyarakat resah, yang ada hanyalah debat sana-sini, perselisihan yang tidak mengenal ujung, dan bahkan yang paling parah dapat mengancam keutuhan NKRI. Miris bukan? Nah, oleh karena itu, disinilah peran literasi media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam hal mengubah pola pikir pengguna media sosial. Pertama, sebagai warga negara yang baik tentu kita harus berperan aktif memberikan aksi nyata untuk menjaga keutuhan demokrasi dan kredibilitas pemilu,  salah satunya dengan cara melaporkan segala bentuk tidakan kecurangan seperti black campign (kampanye hitam), ujaran kebencian, fitnah, dan hoaks, yang hal tersebut dapat kita laporkan kepada pihak-pihak terkait seperti Polisi dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Selanjutnya kita juga bisa memanfaatkan media sosial kita untuk kampanye yang sehat yakni menyampaikan kebaikan atau trek record pasangan calon yang diusung tanpa menjelekan pasangan calon lainnya. Jika hal ini dilakukan maka tidak akan ada lagi perseteruan sengit diantara pendukung calon, bahkan pemilu akan melahirkan sejarah baru dengan aktifitas yang berjalan damai tanpa perpecahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STRATEGI SUMEDANG DALAM MEMBANGUN KABUPATEN WISATA

Pariwisata merupakan salah satu aspek utama dalam mengembangkan kearifan lokal di suatu daerah. Tidak terkecuali kabupaten Sumedang yang...